Selamat hari ibu

Sesabar-sabarnya Aliesha menghadapi semua perbuatan semena-mena Clara, kini dibuat meledak juga. Tapi bukan cacian atau makian yang dijadikan pelampiasan, melainkan tetesan air mata yang berlangsung selama hitungan detik namun air matanya keluar cukup deras.

Aliesha merasa semakin tidak dihargai oleh suaminya tersebut. Thio tidak bilang kalau dirinya mampir ke rumah mantan istrinya tersebut walaupun alasannya memang ponselnya tertinggal di mobil, tapi alasan tersebut tidak dapat Aliesha terima karena dia bisa mengabari sebelum berangkat ke rumah Clara atau bisa mengabari melalui ponsel Caca.

Aliesha kini terduduk di kursi meja makan sambil menggendong anak bungsunya yang baru saja selesai menyusu ASI-nya.

Aliesha menatap nanar makanan-makanan yang ia siapkan dari siang tadi yang kini sudah mulai dingin karena terlalu lama ia pajang di meja.

Tidak lama kemudian Thio dan Caca datang dan dengan sigap Aliesha membawa tas sekolah caca dan baju seragam yang Thio tenteng. Setelah mengambil barang tersebut baru Aliesha melakukan rutinitasnya yaitu mencium tangan suaminya, tanpa melakukan rutinitas lain seperti kecupan di pipi, dahi, atau pun bibir yang biasanya ia lakukan kalau Thio pulang dari kantor.

Gurat kecewa yang Aliesha tunjukkan sangat jelas terlihat. Thio hanya bisa memandang istrinya yag semakin jauh dari pandangannya karena menyimpan barang-barang tersebut sambil menggendong si bungsu yang tampak rewel.

Kini Aliesha telah kembali dengan nafas kasar karena lelah.

“Adiknya sini, sayang,” pinta Thio untuk menggendong anaknya tersebut. Aliesha memberikannya tanpa menoleh terhadap Thio.

“Ibuuuu,” panggil Caca ceria.

“Sini ibu peluk dulu, ibu pengen peluk Caca dari siang, tauu.” Aliesha mengeratkan pelukannya terhadap anak sambungnya tersebut.

“Ini hadiah dari Caca buat ibu, selamat hari ibu, ya,” “Caca sayang banget sama ibu,” ungkap Caca sambil menyodorkan hadiah yang cukup besar yang sudah terbungkus denga bungkus kado yang rapi.

Aliesha dibuat terharu oleh anaknya tersebut. Walaupun sebenarnya ini pasti menggunakan uang suaminya. Maka dari itu, Aliesha melirik ke arah suaminya, yang dilihatnya sedang menatapnya hangat. “Makasih, ya,” ungkap Aliesha dengan senyum tipisnya kemudian meletakkannya di atas kursi kosong.

“Makasih, Ca, nanti ibu buka kadonya di kamar, ya?” Dibalas anggukan kasar oleh Caca.

“Caca udah makan ya sama bunda? Jadi langsung mandi aja, ya? Abis itu langsung tidur, besok kan masih harus sekolah pagi-pagi,” ungkap Aliesha dengan senyum tulusnya tanpa memperlihatkan rasa kecewanya.

Lagi-lagi Caca mengangguk dan langsung meluncur ke kamarnya.

“Jangan lupa sikat gigi, cuci muka, sama cuci kaki, ya, kak,” perintah Aliesha sedikit mengeraskan suaranya karena Caca mulai menjauh.

“Baik, ibu,” jawab Caca dari jauh.

Hening menyergap, kini keduanya kikuk setelah perdebatannya melalui pesan whatssap beberapa menit yang lalu.

Baru saja Aliesha akan membereskan makanan yang belum sempat ia sentuh lagi, tetapi Thio menahannya.

“Jangan dulu dibereskan, aku mau makan masakan kamu dulu,” pinta Thio sambil membawa piringnya dan mengisinya denga nasi putih da lauk pauk yang banyak sekali macamnya.

“Jangan terlalu dipaksakan, gak enak juga kalau perut terlalu penuh, masakan ini kita pakai buat sarapan pagi aja, kalau memang masih layak dimakan itu juga,” ungkap Aliesha sedikit ketus.

Jujur Thio tidak menyangka kalau Aliesha aka memasak sebanyak ini, karena biasanya ia selalu memasak sedikit menu namun harus habis sekali makan. Namun, karena semangatnya yang membara karena ini adalah hari yang spesial untuknya, yaitu sebagai hari ibu. Setidaknya Aliesha ingin jadi ibu yang berguna bagi suami dan anak sambungnya tersebut.

Aliesha hanya menunduk namun masih terlihat dari sudut matanya kalau suaminya memakan makanannya dengan lahap.

“Kamu kenapa gak makan, sayang?” tanya Thio dengan nada canggungnya.

“Udah selesai tadi.” Padahal sebenarnya Aliesha belum makan karena memang keburu tidak ada nafsu untuk makan, Aliesha hanya memakan sedikit makanan yang ia cicipi.

Beberapa menit kemudian seseorang mengetuk pintu dan dilihatnya Firdhan muncul dati balik pintu.

“Widih, makan besar nih?” “Kirain gue si Rafa bohongan,” “Katanya kak Yaya kek lagi hajatan,” “Masaknya banyak bener,” “Pas banget perut lagi laper banget nih, boleh gak kak?”

“Boleh dong, kalau bisa habiskan, ya?”

“Oh tentu,” jawab Firdhan dengan semangat.

Thio makan masih dengan adik bungsu dipangkuannya kini Aliesha membawanya untuk ia tidurkan. Sembari membawa kado dari Caca, kini Aliesha menjauh dari tempat makan.

“Tumben banget si bungsu gak rewel?”

Tanpa sahutan dari Thio.

“Udah bosen apa ya, soalnya si Rafa bilang, kalau Si bungsu rewelnya minta ampun siang tadi.”

Thio semakin merasa bersalah ketika Firdhan mengatakan tentang bungsu yang rewel, padahal dalam satu sisi, Aliesha harus menyiapkan makanan ini sendirian yang harus berakhir kecewa karena dirinya.

“Rafa dimana sekarang, Fir?”

“Nginep di apotek, sambil revisi proposal penelitian katanya.”

Thio hanya mengangguk lemah.

“Fir, yang lahap ya makannya, kalau gak abis tolong punten tutupin pakai tudung saji aja.”

“Okey, bang.” jawab Firdhan semangat karena rasa laparnya membuat dirinya tidak menyadari kalau Thio dan Aliesha terlihat canggung karena perdebatannya.

—- Aliesha tertidur, setelah membuka isi kado yang berisikan tas mewah untuknya, dan sepertinya cukup mahal. Aliesha hanya tersenyum kecut di sana. Penasaran apa Clara juga diberikan tas mewah seperti ini oleh suaminya? Aliesha tidak ambil pusing, dirinya hanya ingin istirahat dengan pikiran tenang malam ini.

Beberapa menit kemudian, Thio sudah ada dikamar bersama Aliesha yang baru saja selesai mandi. Dilihatnya istrinya tersebut tertidur lelap karena sepertinya kecapean. Aliesha tertidur sambil memeluk si bungsu dan memunggungi dirinya.

Dengan pelan Thio memakaikan selimut terhadap Aliesha dan kini Thio mendekatkan dirinya sekedar menatap istrinya tersebut dengan perasaan bersalah, sesekali ia belai rambut istrinya tersebut sambil terus menatapnya sendu.

“Sayang, maaf, ya?” lirih Thio pelan mendekati pundak istrinya yang membelakangi dirinya.

Thio tersentak ketika istrinya tersebut langsung menghadap suaminya dan memeluknya.

“Sayang, aku beneran minta maaf …. .”

Aliesha yang belum tidur terlalu nyenyak, dirinya enggan untuk membalas permintaan maaf suaminya melalui ucapan, dirinya hanya bisa mengeratkan pelukannya saja sebagai tanda kalau dirinya baik-baik saja. Dengan aksi tersebut Thio merasa bersyukur karena mempunyai pendamping hidup sesabar Aliesha. Semoga besok pagi, Aliesha tetap mengampuninya.