Sakit apa?
Setelah mendapatkan pesan dari seseorang yang menerornya selama ini, kesabaran Thio semakin menipis. Secara kebetulan Thio dijadwalkan pulang hari ini, batalnya rencana yang di Surabaya menjadi sebuah kabar bahagia untuknya. Thio saat ini sedang menyetir dengan kecepatan tinggi demi menyusul wanitanya. Awalnya Thio tidak langsung mempercayai pesan tersebut, namun setelah menghubungi bibi, ternyata Aliesha sedang makan malam bersama teman-temannya, sedangkan Handphone Aliesha sepertinya habis baterai dikarenakan nomor telfonnya tidak aktif.
Terus mencoba menghubungi ponsel Aliesha, namun hasilnya nihil.
Setelah sampai di lokasi, Thio buru-buru mencari Aliesha, mata sibuk mencari ke segala sudut ruangan rumah makan tersebut. Matanya terhenti ketika seseorang yang ia cari kini sudah ada di hadapannya dengan jarak cukup jauh. Dilihat di sana ada tiga perempuan dalam satu meja sedang asyik mengobrol sambil memakan makanan mereka yang sudah mulai habis dilahapnya.
Thio melangkahan kaki menuju meja tersebut dan cukup membuat Vina yang duduk menghadap ke arahnya cukup di buat kaget, bagaimana bisa seorang pemimpin perusahaan tersebut berada di sebuah tempat makan biasa.
“Pak Thio?” gumam Vina terheran sambil terus menelisik orang tersebut agar benar-benar tidak salah orang.
“Kenapa Vin?” tanya Dinda penasaran.
Alih-alih menjawab Dinda, Vina tiba-tiba berdiri kemudian menyapa Thio sopan.
“Selamat malam, pak? Bapak mau makan di sini juga, ya?” tanya Vina.
Dua orang yang membelakangi Thio yakni Dinda dan Aliesha kini melihat ke arah Thio, ekspresi Aliesha cukup dibuat kaget karena malam ini bukan jadwal Thio untuk pulang dari luar kota. Sedangkan Thio menjawab sapaan dari Dinda dengan senyum ramah. Kedua mata aliesha dan Thio saling bertemu, sikap Aliesha yang masih tidak percaya kini disadarkan oleh Thio.
“Kenapa harus sampai malam,” “Pulang sekarang, ya?” pinta Thio.
Aliesha masih terdiam di sana.
“Hey, ayo?” ajak Thio.
“Kok udah di sini? Katanya mau pulang hari minggu?” balas Aliesha dengan santai. Sedangkan kedua temannya terheran karena melihat keakraban mereka.
“Ada perubahan jadwal, makannya bisa pulang lebih awal.”
“Terus, kenapa bisa tau aku di sini?”
“Tadi sempat tanya bibi.”
“Bibi?” gumam Vina, sambil menyiku Dinda.
“Tapi aku gak kasih tau bibi soal tempatnya, lho?” balas Aliesha bingung.
“Ya? Sekarang pulang dulu yang penting, gak baik kalau perempuan masih di luar jam segini,” Thio mengabaikan pertanyaan Aliesha.
Aliesha menatap teman-temannya bingung.
“Kalian ke sini bawa kendaraan tidak?” tanya Thio ke arah Vina dan Dinda.
“Kita bawa motor, pak,” ungkap Dinda Vina bersaman.
“Hati-hati pulangnya, ya? Untuk semua makanannya biar saya yang bayar,” ungkap Thio cukup membuat kagum para staf-nya tersebut.
“Tidak usah, pak,” ungkap Vina.
“Tidak apa-apa,” ungkap Thio meyakinkan.
“Ayo?” ajak Thio terhadap Aliesha.
Kemudian Aliesha berdiri, mengambil tas dan pamit kepada teman-temannya. Sebelum pergi kedua temannya tersebut terus memmberikan peringatan terhadap Aliesha kenapa dirinya tidak pernah bercerita tentang hubungannya denga atasannya tersebut. sedangkan Thio sibuk mencari seseorang yang mencurigakan yang sedari dulu menerornya.
Kini Aliesha dan Thio mulai berjalan pulang, dengan tatapan pengawasan dari teman-temannya.
“Nyari siapa?” tanya Aliesha, ikut mengarahkan pandangannya seperti yang di lihat Thio.
“Hmm? Gapapa.” Thio mengembalikan atensinya kembali terhadap Aliesha sambil memakaikan jas agar wanitanya tidak kedinginan.
“Pak? Di sini ada teman-teman Yaya, lho?”
“Kenapa? Bagus dong, biar kita gak perlu menjelaskan kedekatan kita.”
“Yang ada mereka minta penjelasan lebih, tauuuu,” ungkap Aliesha kesal.
“Hahaha, mau saya bantu menjelaskan?”
“Gak usah!”
“Kamu lucu kalau lagi kesal begini?”
“Gak , ya!!”
Thio hanya tersenyum sambil membukakan pintu mobilnya dan mengusap pucuk rambut wanita tersebut pelan.
Kini mereka sudah berada di dalam mobil untuk menuju rumah Thio. Keduanya terlarut dalam pembicaraan yang di mulai dari saling menanyakan kabar hingga obrolan yang menghangatkan.
Mobil terus melaju dalam kecepatan normal. Namun, tiba-tiba Thio memarkirkan mobilnya secara mendadak, padahal belum sampai di tujuan.
“Maaf ...” lirih Thio karena cukup membuat Aliesha terkaget karena Thio menginjak rem mendadak, sehingga Aliesha cukup terpental ke depan, untungnya masih tertahan dengan sabuk pengaman.
Keadaan Thio saat ini sedang menelungkup pada setir mobil dengan tangan kiri meremat perut bagian atas karena menahan sakit.
“Yaya? Sebentar, ya?” lirih Thio dengan diiringi erangan kesakitan.
“Bapak kenapa? Sakit?” tanya Aliesha khawatir.
Thio hanya bisa mengangguk di sana.
Aliesha melepaskan sabuk pengamannya agar bisa lebih bebas bergerak, terutama untuk mengecek kedaan Thio.
“Sebelah sini?” ungkap Aliesha dengan tangan menyentuh pelan area sakitnya.
“Arghh.” Thio mengerang lebih keras, diraihnya tangan Aliesha agar tidak menyentuh area tersebut, digenggamnya tangan Aliesha kuat-kuat karena Thio menahan sakit yang cukup hebat.
“Ke rumah sakit, ya?” bujuk Aliesha.
“Jam segini?”
“Gapapa, UGD kan bukanya 24 jam.”
“Kamu bisa nyetir, tapi?”
Aliesha menggelengkan kepalanya. Aliesha memang tidak bisa mengendarai kendaraan. Jangankan mobil, motor saja dia tidak bisa mengendarainya.
“Gimana, ya?” “Minta tolong Firdhan?”
“Jangan, biar saya saja yang nyetir, tapi pelan-pelan, gapapa?”
“Gapapa, semampunya bapak saja.”
Kini mobil tersebut mula melaju kembali, namun dengan kecepatan pelan. Sedangkan Aliesha terus bertanya keadaannya sepanjang jalan, karena kondisi saat ini sepertinya sangat kesakitan.