Perasaan apa ini?
Alden bersicepat menuju Bandara setelah menerima pesan dari Ibunya Aira. Matanya sibuk mengedarkan pandangan ke segala arah demi menemukan sosok wanita yang baru ia kenal akhir-akhir ini. Mata yang sibuk mencari dan tangan yang sibuk memberi pesan yang tak kunjung di balas dan telfon yang tak kunjung di angkat.
Setelah beberapa menit, akhirnya Alden menemukan wanita tersebut yang sedang duduk di kursi bandara, dia sendirian, terdiam lemas, menunduk, seakan-akan kekecewaa hanya miliknya sekarang.
Alden melangkah menghampiri tepat di hadapan Aira. Aira menatap Alden dari ujung kaki, hingga wajah Aira tidak lagi menunduk, di lihatnya Alden dengan wajah khawatir dan napas yang masih tersengal-sengal
“Alden?!”
“Kenapa lo ilang-ilangan?” “Kenapa belum pulang? Gimana kalau Ibu lo nyariin lo?”
“Ibu mana peduli, Den.” Aira beranjak dari duduknya.
“Kok kamu tau, kalau aku di sini?”
“Gue kebetulan lewat, ternyata ada lo di sini.”
“Ck. Alasan kamu tuh ya, haha.”
“Kenapa? Serius loh.”
Tiba-tiba.
“Ra ... Ra! Aira!!! Hidung lo mimisan,” ucap Alden dan dengan sigap mencari saputangan akan tetapi sepertinya Alden tidak membawanya, dengan segera, Alden melepaskan jaket hitamnya untuk membersihkan darah yang keluar.
“Gak papa, Den, nanti jaket lo kotor. Aku cari toliet dulu bentar ya?” ucap Aira dengan menengadahkan kepalanya.
“Ra, gak boleh menengadah kayak gitu, bahaya. Coba lo duduk dulu, terus condongkan tubuh lo ke depan?”
“Terus?”
“Cubit cuping hidung lo.”
“Eh, gimana?”
“Iya, cubit pake Ibu Jari dan jari telunjuk, tahan sampai lima belas menitan.”
“Lama banget?!”
“Jangan bandel, lakuin aja.”
“Eh iya, udah gak ngalir lagi, makasih ya.” “Bau anyir, aku izin ke toilet dulu ya? Bentar doang kok.”
“Boleh. Hati-hati tapi.”
“Iya.”
Setelah lima menit berlalu, akhirnya Aira datang.
“Udah gak anyir lagi, yuk pulang, kamu bawa helm dua kan?”
“Naik taksi aja ya? Gue yang bayar, tenang.”
“Kenapa sih? Seriusan gapapa, aku kayaknya kurang tidur aja.”
“Ada syaratnya!”
“.....” Aira hanya menatap Alden heran.
“Pake dulu jaket gue, kalau gak mau, gue cariin taksi sekarang.”
“Iya bawel. Padahal jaket kamu aja masih ada di aku.”
“Gak usah dibalikin juga gak papa.”
“Mulutmu gapapa, nanti Ibu kamu nyariin terus gaada, auto di amuk loh.”
“Mulut lo yang harusnya diem,” ucap Alden sambil memasangkan helm dan tidak sengaja mata mereka beradu pandang yang membuat keadaan menjadi sangat canggung. Alden tersenyum singkat “Biasa aja ngeliatinnya.”
“....” Aira hanya bisa menelan ludahnya karena gugup.
Perasaan apa ini?