Mirip Siapa lagi?

Suasana kantor kini sudah sepi, kantor tersebut bekerja secara normal yaitu empat puluh jam perminggu atau delapan jam perhari, seharusnya kantor tutup pukul tiga sore. Namun, karena ada rapat mendadak dan ketidak sanggupan klien, maka Thio memberikan toleransi agar rapat dimundurkan.

Tidak semua orang dapat melakukan rapat diluar jam kerja seperti ini, akan tetapi klien tersebut sudah bersama semenjak perusahaan ini berdiri.

Rapat sudah selesai tepat pukul setengah lima sore, dengan segera Thio pergi karena ditakutkan Caca akan khawatir jika mengingat kejadian siang tadi. Langkah Thio berhenti ketika dilihatnya seorang perempuan yang sedang duduk dan termenung di sana. Kemudian terlihat seperti sedang menangis diam-diam, terlihat dengan pundak yang bergetar.

Baru saja Thio ingin menghampiri perempuan tersebut, namun ia urungkan. Thio memilih untuk membiarkan perempuan itu menangis sampai kesedihan dalam dirinya hilang. Thio memilih duduk menunggu, mengawasi dari kursi sebrang sana. Terus menatap, kini perempuan tersebut sudah bisa menegakkan kepalanya tidak lagi menunduk, melihat kosong ke depan.

Beberapa menit kemudian ada sebuah mobil berhenti di depan perempuan tersebut, dan seorang laki-laki turun menghampirinya. Thio terkaget, langsung berdiri dari duduknya menghampiri mereka berdua.

“Papa? Ngapain nyamperin anak gadis?” gerutu Thio.

Entah apa yang Harlan dan Aliesha bicarakan, namun terlihat dari keduanya seperti layaknya teman lama yang langsung asyik mengobrol.

“Pa?” sapa Thio sambil menyapa Aliesha dengan senyum ramahnya.

“Kebetulan ada kamu di sini. Tadinya papa mau kasih tumpangan buat Aliesha, tapi karena ada kamu, tolong ajak pulang, ya? Ponsel Aliesha habis baterai,” pinta Harlan.

“Gak apa-apa, pak. Saya bisa naik ojek kok.”

“Hujan, nak. Yo cepat,” tegas Harlan.

“Papa mau kemana?” tanya Thio bingung.

“Mau ngambil barang di ruangan papa dulu, papa lagi butuh. Duluan sana.” “Aliesha, saya duluan, ya?” Harlan pamit kepada Aliesha.

“Iya, pak. Terima kasih.”


“Ayo, Sha. Kita ke parkiran dulu,” ajak Thio.

“Gak usah, pak. Bapak duluan aja.”

Tanpa bicara lagi, Thio langsung menarik tangan Aliesha pelan dengan terpaksa Aliesha mengikuti kemana Thio pergi. “Kamu harus jelaskan ke saya, kenapa kamu bisa akrab sama papa,” ungkap Thio.

“Maksud bapak?”

“...”

Mereke berdua akhirnya kini sampai di parkiran.

“Masuk, Sha.” Thio membukakan pintu mobil depan.

“Maksud bapak apa?!” kini suara Aliesha mulai meninggi karena tidak ada jawaban dari Thio.

“Kita bicara di dalam saja, gak enak tadi ada karyawan lain melihat kita.”

“....”

Di dalam mobil.

“Sha ... jangan berpikir negatif dulu, saya tanya begitu bukan saya menganggap kamu selingkuhannya papa, saya hanya heran saja, kenapa kamu bisa akrab sama papa saya, papa saya bukan tipikal orang yang mudah akrab dengan orang lain, bahkan sama cucunya sendiri,” ungkap Thio dengan tangan yang sibuk memainkan setir mobil.

“Pak Harlan emang baik, pak. Kita banyak mengobrol, waktu saya jadi penumpang beliau.”

“Banyak mengobrol?”

“Iya, pak.”

Thio hanya mengangguk-angguk, dan fokus menyetir. Kemudian hening selama beberapa menit.

“Beliau bilang, kalau saya mirip dengan seseorang, ” ungkap Aliesha tiba-tiba.

“Mirip? Mirip siapa?” Thio langsung menoleh ke arah Aliesha heran.

“Pak, itu Caca?” Aliesha belum sempat menjawab pertanyaan Thio karena teralihkan dengan melihat Caca di cafe outdoor dengan seseorang.

Melihat itu,Thio langsung memarkirkan mobilnya, berniat menyusul anaknya.

“Iya, itu Caca sama Firdhan,” “Ikut turun dulu, ya?” ajak Thio.

Aliesha hanya bisa mengikuti perintah Thio, untuk menghampiri mereka berdua.


“Caaa ....” panggil Thio dari kejauhan.

“Ayaaaah!” seru Caca antusias.

“Fir, pegangin anak gue! Kursinya tinggi, itu,” ungkap Thio sambil meringis karena Caca hampir saja terjatuh karena berusaha turun dari kursi.

“Biasa aja Ca.. biasa, bapak lo gak akan kabur elah,” gerutu Firdhan sambil menurunkan Caca yang langsung berlari menghampiri Thio.

Dengan segera Thio memangku anaknya.

“Ayah benelan gak sakit?” tanya Caca dengan memegang dahi Thio.

“Dibilangin ayah sehat-sehat aj—“ ucapan Thio terpotong ketika Caca menyeru Aliesha.

“Tante?” seru Caca dengan mata yang berbinar melihat Aliesha.

“Halo Caca?” ungkap Aliesha yang langsung mengambil alih Caca dari pangkuan Thio. “Kangen tante, gak?”

“Tante kemana aja? Katanya mau main sama Caca, sama boneka-bonekanya Caca?”

“Haha, maafkan tante, ya. Akhir-akhir ini tante sibuk, Ca.” mereka berdua terus mengobrol saling melepaskan kerinduan.

“Pacar?” ungkap Firdhan ngasal.

“Seenak jidat kalau ngomong,” sanggah Thio dengan tangan sibuk membawa kursi dari tempat lain.

“Biasa aja dong, gak usah sewot,” balas Firdhan.

Tidak enak rasanya jika Thio hanya mampir ke kafe tersebut tanpa memesan, akhirnya Thio memesan minuman dan makanan ringan untuk dirinya dan Aliesha. Sambil menunggu pesanannya datang, Thio mengenalkan Aliesha kepada Firdhan begitupun sebaliknya.

“Kak, punya akun twitter gak?” tanya Firdhan tiba-tiba kepada Aliesha.

“Fir, baru juga ketemu, gak sopan banget,” ungkap Thio sembari menyuapi anaknya memakan cheesecake.

Aliesha tersenyum melihat kelakuan Firdhan yang cukup mengagetkan. “Ada kok, kenapa emang?”

Thio hanya menggelengkan kepalanya.

“Saya teh punya tugas bikin video dari kampus, nah biasalah jaman now tugasnya serba pake teknologi terus update akun media sosial, nah, berhubung saya pakenya twitter doang, jadi mau minta feedback-nya di sana, boleh like, coment, QRT, atau retweet, nanti untuk penilaiannya di lihat dari itu sama tayangannya juga, jadi kalau kakak lagi gabut misanya, boleh tuh mampir ke akun saya, begitu kak,” tutur Firdhan sopan.

Aliesha tertawa di sana karena melihat Firdhan berbicara dengan begitu panjang yang menggemaskan di tambah dengan logat sundanya yang khas.

“Boleh, eh tapi handphone-nya mati,” keluh Aliesha.

“Gapapa, Firdhan aja yang follow kakak duluan,” pinta Firdhan sambil memberikan ponselnya ke Aliesha.

“Modus,” celetuk Thio.

“Apaan sih bang.”

“Saya udah follow ya kak, jangan lupa, sampe rumah langsung pencet follow back,” pinta Firdhan.

“Iya, pasti,” jawab Aliesha ramah.

“Udah ngerepotin orangnya? Gue mau pulang nih, kasian Aliesha di sini, lo ganggu terus,” sindir Thio.

“Yaudah pulang aja sana, gue masih mau main sama Caca, mau ngabisin duit dari lo, tadi,” balas Firdhan.

“Caca gak akan pulang sama ayah emangnya?” tanya Thio terhadap Caca.

“Enggak, nanti aja pulangnya, Caca masih mau nge-date sama Om Fildhan,” balas Caca lantang.

“Fir, please lah, anak gue jangan lo ajarin kata-kata yang gak sesuai sama umurnya, masa anak gue tau kata-kata begitu?” ungkap Thio kesal.

“Om Fildhan, jadi kapan Caca bisa nge-date sama Om Lafa, Om Afiq?” tanya bertanya kepada Firdhan yang membuat Thio semakin kesal mendengarnya.

Firdhan hanya terdiam mematung di sana, namun batin tetap menggerutu “Aduh, ca ....”

“Fir, kalau lo ajarin anak gue yang enggak-enggak, transfer balik duit jajan lo yang tadi gue transfer,” ungkap Thio sebelum pergi pulang.

“Ngancam mulu,” gerutu Firdhan pelan.

Melihat percakapan mereka, cukup membuat Aliesha merasa terhibur. Kemudian Aliesha pergi mengikuti Thio dan berpamitan kepada Firdhan dan Caca.

-Nay.