Memendam Rasa Penasaran
Hari ini kegiatan Aliesha masih sama seperti sebelumnya, menikmati masa-masa menganggur sebelum tangannya sibuk untuk apply surat lamaran kerja secara online ke beberapa perusahaan.
Kegiatan hari ini hanya mengajak Caca untuk bermain sekedar jalan-jalan di taman bermain dan sesekali mampir ke minimarket untuk mengisi perutnya.
Setelah bosan melakukan aktivitas tersebut, kini mereka berdua memutuskan untuk pulang ke rumah. Suasana rumah sangat sepi, bibi yang selalu tinggal di rumah, kini sedang pergi membeli keperluan dapur ke super market sendirian.
Tangan Aliesha sibuk membuka kode rumahnya sedangkan caca sibuk memakan roll ice cream. “Ca, lanjut makannya di meja makan ya? Abis ini mandi, biar tante yang siapkan bajunya dulu, ya?” pinta Aliesha sambil mendudukkan aca di kursi dan menyeka mulutnya untuk membersihkan sisa es krim menggunakan tangannya.
“Baik, tante,” jawab Caca sambil menatap Aliesha, kemudian atensinya kembali berfokus pada es krim yang sedang ia makan.
Langkahnya terhenti ketika telinganya mendengar suara dari dalam kamar Thio, saat ini kamar tersebut keadaannya gelap karena tirai yang tertutup dan kondisi lampu yang tidak dinyalakan, namun pintu sedikit terbuka sehingga dapat melihat ada atau tidaknya orang di dalam. Karena dirasa mencurigakan, dengan penuh keberanian, Aliesha membuka pintunya pelan dan mencoba masuk ke dalam. Dilihat dari gestur tubuhnya seperti tidak asing bagi dirinya. Terus mendekat kemudian Aliesha memberanikan diri untuk menepuk pundak laki-laki yang mengenakan kaos berwarna hitam tersebut.
Setelah ditepuknya pundak laki-laki tersebut, sontak langsung terkaget dan menghamburkan sesuatu dari jangkauannya, yang berhambur tersebut ternyata beberapa obat berbentuk kapsul.
“Firdhan?” ungkap Aliesha heran.
Firdhan hanya fokus membereskan kembali obat yang berhamburan tanpa membalas sapaan dari Aliesha. Ekspresi Firdhan saat ini seperti sedang ketakutan karena melakukan kesalahan.
Tanpa bertanya lagi, Aliesha langsung membantu memunguti obat yang berjatuhan dengan hati yang masih bertanya-tanya karena sikap Firdhan saat ini.
“Terima kasih, kak,” ungkap Firdhan seadanya demgan melemparkan senyum tips terhadap Aliesha.
“Sebentar! Kamu sakit, Fir?” tanya Aliesha lagi.
“Enggak, kak. Firdhan lagi butuh istirahat aja,” “Firdhan duluan ya kak?” Firdhan pamit dan langsung menuju ke luar kamar.
Aliesha mengangguk di sana tanda mempersilakan pria tersebut untuk pergi. Karena kondisi kamar yang gelap, kini Aliesha membuka tirai agar terlihat terang. Karena rasa penasarannya, Aliesha mengecek obat yang baru saja Firdhan simpan di nakas Thio. Menilik obat tersebut dengan wajah terheran.
“Vitamin? Emang jaman sekarang masih ada bentuk obat yang di kemas kayak gini?” guman Aliesha sambil mneyimpan kembali obat tersebut ke tempatnya.
Yang membuat Aliesha merasa aneh, obat tersebut dikemas dalam sediaan kapsul disimpan dalam botol, namun hanya tertulis vitamin dengan spidol permanen. Aliesha beranggapan kalau botol obatnya tersebut mungkin labelnya memang sudah hilang sehingga dituliskan Vitamin karena takut tertukar dengan obat disebelahnya yang bertuliskan obat nyeri.
“Entahlah ....” Aliesha bergumam lagi, memendam rasa penasarannya.