Mamah

“Nyatanya emang ada ya anak durhaka tuh.”

“Berisik!”

“Udah mau dua taun mamah lo di sini, tapi lo baru nengok sekarang?”

“Lo ikhlas gak sih sebenernya? Lo juga kalau gak dipaksa Dafa, gak akan mau kan nganterin gue?” ungkap Alya kesal sambil berjalan menuju lobi dengan Shaga yang mengekori dirinya.

“Asal lo tau, setelah lo bikin tweet emot nangis di akun lo itu, gue langsung telfon lo!” “Gue langsung telfon lo, karena di suruh Dafa sih,” ungkap Shaga sambil unjuk gigi layaknya iklan-iklan pasta gigi.

“Nyengir lo!”

“Mau gue gendong gak?” “Gue yang liatin lo jalan pincang sebelah gitu, gue yang pegel.”

“Beneran?”

“Minta papah lo yang gendong sana, badan gue remuk ntar.”

“Lo tuh ngeselin banget, sumpah!” gerutu Alya sambil memukul pundak Shaga tanpa ampun.

Pukulan tersebut berhenti ketika seorang wanita paruh baya muncul dihadapannya bersama anak laki-laki seumuran dengan dirinya, dan yang membuat Alya lebih mematung adalah, anak laki-laki tersebut memakai jaket yang seperti tidak asing untuk dirinya.

Jaket Jordan yang Alya idam-idamkan, kini terpasang pada tubuh gagah Hamzi Prayoga Aditama yaitu anak satu-satunya dari Sarah yang berprofesi sebagai perawat rumah sakit jiwa tempat Kirana dirawat.

“Alya?” sapa Sarah dengan wajah terheran.

Tidak ada jawaban dari Alya. Dirinya pura-pura tidak mendengar sapaan dari Sarah yang kini menghampirinya.

“Kakinya lagi sakit, ya?”

Alya hanya menatap Sarah tajam dengan mata merah yang kini sudah berlinang air mata serta mengeratkan giginya seperti menahan marah.

“Alya udah!” “Gak sopan lo liatin orang tua kayak gitu!” Shaga menyadarkan Alya yang masih menatap dengan tatapan seperti benar-benar ingin membunuhnya.

“Kak …” tiba-tiba saja John datang dengan Jeano. Dipeluknya Alya agar anaknya tidak bersikap melewati batas.

Alya berontak dan melepaskan pelukan sang papah dengan kasar.

Tatatapan mematikan tersebut, kini beralih pada John.

“Di sini?” “Di sini juga?” “Di tempat ini?”

“Kak …”

“Bisa-bisanya papah di sini dengan wanita ini lagi?” Alya menunjuk Sarah masih dengan tatapan kebencian.

“Yang sopan kak!” “Kenapa harus sampai nunjuk-nunjuk segala?!” John dibuat marah untuk kali ini.

“Papah belain dia, sekarang?!”

“PULANG KAK!”

“MAMAH DIRAWAT DI SINI, PAH!” “MAMAH TINGGAL DI SINI KALAU LUPA!” “MAMAH LAGI SAKIT!”

“PULANG!” John meraih tangan Alya untuk mengajaknya pulang saat ini juga.

“LEPAS!” Alya berjalan melewati Sarah dan sekilas melihat wajah Hamzi dengan tatapan yang sama terhadap Sarah sebelumnya.

Tanpa memedulikan kakinya yang sakit karena luka yang belum kering, Alya berjalan ke arah luar.

“Alya …” Shaga kini bingung dibuatnya, kenapa keadaan bisa memanas seperti ini. Shaga langsung mengejar Alya.

Diikuti dengan John dan Jeano.

Sebelum pergi mengejar Alya, John sempat menepuk pundak Sarah, meminta maaf atas kelakuan putrinya serta memaksa mengerti keadaan putrinya untuk saat ini.

“Alya … kaki lo lagi sakit …” “Pelan-pelan jalannya …” Shaga terus menghawatirkan Alya yang berjalan pincang.

Rasa sakit dalam hati Alya, sepertinya lebih besar dibandingkan dengan luka fisik yang ia punya saat ini. Alya tidak memedulikan apa yang dikatakan Shaga, dirina hanya fokus untuk berjalan, Alya hanya ingin pulang dan menangis sejadi-jadinya.

Dilihatnya kaki Alya yang dibalut dengan kasa gulung yang kini bercak merahnya mulai terlihat semakin banyak, karena hentakan langkah yang cukup keras.

Melihat itu Jeano langsung berjalan mendahului Alya dan dirinya membungkuk tepat di depan Alya sehingga langkah Alya berhenti seketika.

“Naik, Al.” Jeano menawarkan punggung kekarnya untuk menggendong Alya.

“…”

“Mobilnya parkir sebelah sana, masih jauh.” Jeano membujuk Alya.

Karena rasa sakit yang semakin terasa, Alya kini mendaratkan tubuhnya pada Jeano.

“Perih, Je …”

“Tahan sebentar, ya?”

John langsung membukakan pintu mobil Jeano, agar Alya bisa masuk, sedangkan Shaga hanya pamit untuk pulang karena dirinya jua membawa mobil.

“Serius gak apa-apa saya numpang pake mobil kamu lagi, Je?”

“Gapapa banget, om.”

“Ya sudah, saya saja yang nyetir.”

“Jeano aja, om,” ungkap Jeano sambil masuk ke dalam dan langsung melihat Alya dari kaca spion depan ke arah Alya yang duduk di kursi tengah, sedangkan John duduk di kursi depan dengan dirinya.

Sepanjang perjalanan, Alya tidak bersuara sedikit pun, dirinya terus melemparkan tatapan kosong ke arah samping kiri kaca untuk melihat apa yang terjadi saat itu diluaran sana.