Kotak?
“Halo Sarah?”
Sarah mengangkat telfonnya, namun tidak ada suara sedikit pun. John tahu sarah mendengarnya saat ini, maka dari itu dirinya terus meminta alasan.
“Kasih saya alasan yang jelas, kenapa?”
Sarah tetap memberikan jawaban seperti halnya dalam pesan whatsapp. Mendesak Sarah pun rasanya akan percuma, Sarah masih tidak jujur atas alasan mengapa tiba-tiba ingin berhenti dari pekerjaannya.
John menjambak frustrasi rambutnya sendiri, wajah memerah serta nada bicara yang semakin meninggi. Bukannya menjawab, Sarah malah semakin diam, enggan bersuara.
“Kamu di mana?”
Sarah tetap bungkam, walaupun sebenarnya tahu, diam atau tidak, pasti John saat ini sedang berapi-api untuk menghampirinya.
“Di rumah atau di Rs?!” sudah Sarah duga, John pasti murka.
“Hargai keputusan ak—“
“Saya ke rumah kamu, sekarang.” Kadang insting John sekuat itu. Sarah yang saat ini di rumah pun hanya diam dengan sedikit ketakutan.
John menutup telfonnya kasar, memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Diraihnya jas serta kunci mobil degan gesit.
Seketika langkah buru-buru tersebut terhenti karena Alya sudah ada di depannya saat ini, tepatnya di pintu kamar John.
“Kakak yang nyuruh dia buat resign ...” lirih Alya, menatap mata John tajam.
John sudah menduga kalau anaknya akan berbuat seperti ini. John tidak mau berdebat panjang dan lebih baik untuk tidak menanggapi Alya untuk sementara waktu. John hanya diam menatap datar putrinya dan tegambar jelas, kalau papahnya sangat kecewa untuk saat ini.
“Kunci pintu, nak ... papah bawa kunci cadangan.” John tetap pergi untuk tetap menghampiri Sarah.
“Nakes di Jawa Barat tuh banyak!” “Banyak yang udah teregistrasi!” “Dan yang palin penting, banyak yang lebih profesional dari dia!”
Saat ini, John terlihat menahan amarahnya yang mulai memanas, wajahnya merah padam, dan mata yang tajam melihat ke arah putrinya. Namun begitu, John masih berhasil mengatur emosinya tersebut.
“Kakak berbicara seperti ini sama Tante Sarah, nak?”
‘IYA!”Sebetulnya Alya tidak mengatakan apapun secara langsung terhadap Sarah. Jangankan mengatakan hal buruk, untuk sekedar bertemu pun tidak sempat. Keinginan Sarah untuk berhenti mengurus ibunya pun, Alya minta melalui Hamzi menggunakan pesan whatsapp.
“Kakak gak boleh berbicara seperti itu ...” “Dia yang mengurus mamah selama sakit, bahkan rela mengorbankan waktunya mengurus mamah padahal di luar jam kerja ... .”
“Bukannya semua pasien itu harus diperlakukan sama? Kenapa Dia harus memberikan pelayanan spesial?” “Dia ngelakuin itu karena papah! Dia ingin memikat papah! Dia mau ngerebut papah dari mamah!”
“Bahasannya kenapa ke sana terus sih, kak?!”
“Yaudah kalau gak ada perasaan kayak gitu, biarin dia resign!” “Itu emang kemauan dia sendiri, sadar diri itu namanya!”
“Tante sarah itu orang tua, sayang...” “Enggak sopan kalau kakak meminta beliau untuk berhenti gitu aja, itu satu-satunya pekerjaan yang beliau punya.”
“Yaudah, gampang!” “Pindahkan mamah dari sana!”
“Rumah sakit manapun, sekalipun itu paling elit, maaf, papah enggak bisa, nak ...”
“kalau mau jahat—jahat sekalian, jangan kayak gini, pah ...” “Kenapa papah tega nyakitin mamah kaya gini ...” “Emang cinta bisa berubah secepat itu, ya?”
“Definisi cinta menurut kakak itu seperti apa?” “Perasaan papah sama mamah itu lebih dari apa yang kakak kira,” “Kakak seharusnya gak perlu capek-capek mikirin ini semua, sayang ... .”
“BOHONG!” “SEMUA YANG DIKATAKAN PAPAH BUAT MAMAH ITU BOHONG!”
Air mata John kali ini tak bisa ia bendung lagi, tak bisa ia tahan setelah mendengar apa yang dikatakan anaknya tersebut dan Alya melihat itu. Hati Alya rasanya sakit sekali karena pertama kalinya melihat John menangis seperti ini. Tapi karena kebenciannya saat ini lebih besar, Alya tidak meluluh sedikitpun.
“Maaf ...” Entah untuk apa John meminta maaf, sepertinya permintaan maaf tersebut karena menampakan sisi yang paling lemah dari dirinya.
Bukan pelukan yang menenangkan yang Alya dapatkan saat ini, akan tetapi, tepukan di punggung, dan setelah itu, John melewati dirinya.
“Pah ... jangan pergi ... .”
John tidak menjawab apapun, dirinya terus melangkah menuju ke luar rumah.
Melihat itu, Alya menangis sejadi-jadinya. Tangisan menyakitkan tersebut terdengar jelas oleh John. Tetapi John harus tetap membujuk Sarah, karena Sarah adalah salah satu harapannya saat ini.
Deru mobil papahnya bahkan sudah tidak lagi terdengar, artinya John sudah pergi menemui wanita itu. Alya membayangkan papahnya berubah seperti ini cukup membuat dirinya berlari ke kamar papahnya. Foto pernikahan yang biasanya Alya lihat di dinding, serta foto yang terpajang di nakas dekat ranjang papahnya pun kini sudah tidak terlihat lagi.
Apakah benar papahnya kini sudah mulai muak dengan keadaan seperti ini, dan membiarkan memutuskan untuk mencari kebahagiaannya lagi, termasuk mulai melupakan mamahnya? Album foto dirinya bersama dengan mamah dan papahnya juga tidak ada di tempat biasanya yaitu di dalam rak buku. Pikiran Alya semakin kacau, apakah dirinya juga sudah membuat papahnya kelelahan?
Matanya terus menerawang ke segala sudut ruangan ini, seketika Alya berhenti karena melihat Album fotonya yang kini sudah berada dalam satu kotak cukup besar yang berada di bawah ranjang, sepertinya John ingin menyembunyikan kotak tersebut, namun tak sepenuhnya ia sembunyikan dengan baik, buktinya Alya saat ini mematung dan mengartikan semuanya. Album dan foto pernikahan tersebut tergeletak di atas tumpukan surat-surat serta resep dari dokter yang berada dalam satu kotak cukup besar, dan ada satu dokumen yang membuat Alya semakin bingung, surat cerai?