Kecewa
Hari senin telah tiba, saatnya anak kelas Farmasi A mengikuti mata kuliah Kimia Dasar. Alden dan Aira duduk bersebelahan.
Selama Kuliah berjalan, Alden tidak fokus mengikuti penjelasan Ibu Hana dalam menjelaskan materinya, dari tadi Alden terus mendengar Aira meringis pelan karena kesakitan. Sesekali, Alden melirik ke arah Aira yang sedari tadi terus menyita perhatiannya. Seketika nyali Alden menciut karena kedapatan menatap Aira yang di balas senyum manis oleh Aira. Alden yang biasanya memasang muka cuek, seketika menjadi malu-malu dan mukanya memerah.
Alden mengalihkan salah tingkah tersebut dengan mengirim pesan terhadap Jaffar yang sedang sok sibuk belajar, katanya memerhatikan dan memaknai setiap materi yang Ibu Hana sampaikan. Alasan! dari tadi Jaffan hanya menatap kagum Dosen tersebut, bukan mengagumi Kimianya.
Lima belas menit sebelum berakhir, Alden memberanikan diri untuk tanya Aira.
“Ra” panggil Alden pelan.
“Kenapa Den.” Aira langsung menoleh.
“Lo, sakit?”
“Keliatan banget ya?”
“Beneran sakit?!”
“Kepala aku agak sakit, terus badan aku agak menggigil juga,” “Tapi gapapa kok, nanti juga sembuh sendiri kok.”
“Habis ini ikut gue.”
“Ke mana?”
“Ke KUA.”
“Hah?!!”
“Ke rumah makan lah, lo harus makan banyak, gue yang traktir .”
“Ish iseng banget. Tapi, aku lagi gak nafsu makan deh, Den.”
“Jadi, lo nolak rezeki dari gue?!”
“Jangan marah, Den. Aku kan belum selesai ngomong.”
“Jadi mau ya?”
Aira mengangguk tanda setuju.
Di Rumah Makan Sate
Rumah Makan Sate? ungkap Aira dalam hati.
“Sebentar ya, gue pesenin dulu, inituh makanan kesukaan gue, Mami, Papi, sama Arah juga. Nah gue pengen lo juga ngerasain makanan seenak ini, siapa tau lo nafsu makan, syukur-syukur kalau nambah.”
“Kalau selain sate gak ada ya?”
“Gak ada, kan rumah makannya khusus, bentar ya? Lo duduk manis aja dulu.”
Tidak butuh waktu lama, akhirnya Alden datang sambil menenteng dua piring makanannya. “Bentar ya, gue ambil minumnya dulu,” ungkap Alden.
Beberapa menit kemudian.
“Ini dia, udah siap, sekarang lo harus cobain,” pinta Alden.
Baru saja Aira mengangkat sendok ke mulut, namun tiba-tiba seseorang menghentikannya.
“Aira!!!”
“Araf?”
Araf tidak sendirian, teman Araf berikut Shaka, Ezra dan Daffa juga ada di tempat ini, kini mereka hanya sedikit kikuk, dikarenakan Araf tidak pernah mengenalkan teman perempuannya selain Celyn dan Viona.
“Makan aja Ra! Ayo di makan! Sia-sia tuh Om Hendra rutin ngobatin kamu?”
“Kamu?” ungkap Shaka pelan.
“Raf, aku lagi pengen makan ini sekali aja, gapapa kan?”
“Jangan bertingka bodoh, Ra! Tolong sadar!” “Leukosit lo makin tinggi, sorry maksudnya sel kankernya yang tingg—“ ucapan Araf tehenti ketika Aira menutup mulut Araf yang sedang mengoceh.
“Raf?!!! Maksud lo apa?” tanya Alden kebingungan.
“Raf udah!! Ada Alden dan temen kamu di sini, jangan buat keributan, Ayo pulang!” ungkap Aira dengan emosi yang mulai memuncak.
Araf dan Aira akhirnya pergi dari sana.
Ketiga teman Araf bingung dibuatnya, namun mereka juga tidak bisa menyusul Araf dengan situasi seperti ini.
“Den, jatah buat Aira biar gue yang makan ya?” tanya Ezra tiba-tiba.
“Gak usah kasihanin gue, Zra,”
“Orang laper, mana bisa ngasihanin orang, mending ngasihanin perut gue lah,” “Buat lo Shaka, Daffa, ngapain kalian masih berdiri ngeliatin gue kayak gitu? Mending kalian bawa kursi terus gabung di meja sini, jangan lupa pesen dulu makanannya,” celoteh Ezra.
“Iya, bro! Ayo Shak” ajak Daffa. Akhirnya Daffa dan Sandra pergi untuk memesan makanannya.
“Kalian cocok tau,” ungkap Ezra tiba-tiba.
”...” Alden hanya menatap sinis Ezra.
“Gue tau, sejak SMP dulu, gue gak pernah liat lo suka sama cwewk, jangan salah paham, maksudnya belum tertarik, dan sekarang tuh lo kayak udah berubah banya—“
“Nanti lagi bahas giniannya, ada temen lo tuh udah bawa makan, nanti gue chat, sekalian ada yang mau gue tanyain,” ungkap Alden dingin.
“Ok,” balas Ezra singkat.
Araf dan Aira di mobil.
“Raf, bukain pintu mobilnya gak?!”
“Gak!”
“Araf, kamu apa-apaan sih?” “Kenapa kamu selalu kayak gini? Datang dan pergi seenak itu? “Bukannya kamu udah gak peduli lagi sama aku?” “Buat saat ini, mari kita fokus pada urusan masing-masing.”
“Aku antar pulang ya?”
“Araf! Kamu dengerin aku ngomong gak sih?!” “Permintaan aku gak sulit sama sekali, Raf!!”
Baru kali ini Araf melihat Aira semarah ini, dan kenapa rasanya sakit sekali ketika Araf mendengarnya.
“Silakan, Ra.” Akhirnya Araf membuka pintu mobil tersebut.
“Dan satu lagi, tolong balas pesan aku Raf, aku pengen nyelesain semuanya,” ungkap Aira dan langsung pergi.
Apa yang mau diselesaikan, Ra? ... Gak ada yang perlu diselesaikan ... Aku gak mau kita benar-benar selesai, Aira ....
-Nay.