Bertemu Lagi

Seorang anak kecil terus menghampiri Aliesha. Aliesha tidak menghampiri juga tidak menghindar, hanya memastikan anak kecil tersebut.

“Hallo, tante,” tanya Caca ceria. Sambil terus menghampiri Aliesha, sehingga tubuhnya sangat dekat, berhadapan.

“Caca, ya?” tanya Aliesha terus memastikan, karena terhalang masker. Kini Alesha merasa lega karena anak kecil tersebut tidak memanggil dirinya dengan sebutan bunda, seperti terakhir kali bertemu waktu itu.

Caca hanya mengangguk di sana. Aliesha menekuk lutut-menyamakan tingi badannya dengan Caca dan terus bertanya dengan siapa dia datang, menanyakan kabar, bahkan menanyakan bagaimana hari ini, apa yang dilakukannya. Dengan antusias Caca terus menjawab pertanyaan dari Aliesha.

Tidak lama kemudian wanita paruh baya menghampiri mereka berdua yang sedang asyik bercerita. “Ca? maaf ya Kak, Caca memang senang mengobrol, sekali lagi, maaf , ya?” ungkap bibi sopan.

“Tidak apa-apa, jangan minta maaf,” ungkap Aliesha dengan ramah.

“Ayo, Ca. kita pergi sekarang, ya? Bibi kan belum masak buat Caca sama ayah,” bujuk bibi.

Caca hanya semakin mendekat dengan Aliesha yang sudah berdiri tidak lagi menekuk lututnya. Digenggamnya tangan lembut Aliesha oleh Caca.

“Tante kan sudah janji sama Caca,” ungkap Caca yang membuat Aliesha dan bibi terheran.

“Caca kenal tante ini?” tanya bibi.

“Kita pernah bertemu, bi. Sama bapak juga,” balas Aliesha.

“Janji apa, Ca?” tanya bibi.

Caca semakin mengeratkan genggaman tangannya terhadap Aliesha.

“Katanya mau lihat koleksi boneka Caca, kalau kita beltemu lagi,” ungkap Caca gemas karena belum bisa menyebutkan huruf R dengan jelas.

Caca benar-benar ingat dengan jelas, sewaktu Aliesha membujuk Caca untuk makan sebelum makan obat waktu itu. Aliesha berpikir dengan serius, bukan ha yang sulit kalau untuk memenuhi permintaan Caca, apalagi kebetulan kalau Aliesha juga baru pulang dari kantor.

“Tante ... ikut kan?” tanya Caca lagi.

Aliesha menoleh ke arah bibi dan saling memberikan sinyal dengan raut wajah mereka.

“Kakaknya pulang bawa kendaraan sendiri?”

“Saya naik ojek bi, seperti biasa.”

Bibi terus bertanya dengan segala kemungkinan. Bertanya mulai dari arah pulang Aliesha, berada dalam jam kerja atau tidak. Ketika semua pertanyaan sudah terjawab dengan jelas dan tidak merepotkan pihak manapun. Akhirnya Aliesha setuju untuk ikut dengan Caca.


Di rumah Thio.

Waktu menunjukan pukul tujuh malam, Caca sudah menunjukan koleksi bonekanya dan dimainkannya dengan Aliesha. Aliesha mulai risau karena dirinya harus sudah pulang sebelum Thio pulang. Teringat beberapa waktu yang lalu di kantor, Thio seakan tidak mau bertemu dan membatasi jarak di antara keduanya. Walaupun Aliesha yakin seratus persen kalau dirinya tidak melakukan kesalahan, akan tetapi mendengar desas-desus dari orang kantor, bahwasannya Thio memang selalu bersikap seperti itu. Thio harus bisa membatasi diri sendiri agar sebagai seorang pemimpin tidak mudah tertipu.

“Ca ... tante pulang, ya? Tante ada urusan,” ungkap Aliesha hati-hati.

“Katanya mau jadi teman Caca?” balas Caca dengan raut muka yang mulai murung.

Aliesha semakin tidak enak hati, bagaimana kalau Caca mulai menangis.

“Gak apa-apa Kak ... di sini saja dulu, sekalian pendekatan sama Caca,” ungkap bibi mencurigakan.

Sungguh, Aliesha tidak mengerti dengan kalimat yang baru saja dilontarkan.

“Saya sudah kirim pesan ke bapak, tapi sepertinya ponselnya mati. Kakaknya temenin Caca saja dulu sampai tidur, biar nanti saya bangunkan, kakak juga terlihat kecapean,” ungkap bibi sungguh-sungguh.

Aliesha berpikir sejenak. “Janji ya, bi? Bangunkan saya?” pinta Aliesha memohon.

“Iya,” jawab bibi sambil pergi dari hadapan mereka.


Beberapa jam kemudian suara klakson mobil berbunyi tandanya Thio sudah pulang.

“Bi? Caca sudah tidur?” tanya Thio sambil membuka sepatu dan kaos kakinya.

“Sudah,” “Pak? Bibi pulang sekarang ya?” ungkap bibi sambil menepuk punggung Thio dan tersenyum jahil.

“Kenapa, bi?” Thio merasa aneh dengan sikap bibi.

“Bibi pulang dulu, semoga kali ini berhasil, ya, pak? Bibi setuju,” ungkap bibi yang sudah mendekat ke arah pintu.

“Ini sepatu siapa, bi? Clara?”

Bibi hanya menggeleng dan masih dengan senyum jahilnya untuk menggoda Thio dan langsung pergi dari sana.

“Bibi, aneh?” ungkap Thio pelan.

Dengan segera, Thio menghampiri Caca sebagai obat kangen karena seharian ini sibuk bekerja.

Thio terkaget melihat kehadiran seorang wanita yang sedang tidur dengan buah hatinya. Dengan pelan, Thio menyibakkan rambut yang menghalangi wajahnya, tenyata wanita tersebut adalah Aliesha karyawan yang dulu pernah Caca temui pada saat mengembalikan dompet.

Thio berpikir sejenak antara membangunkan wanita tersebut atau membiarkannya tertidur dengan Caca. Setelah berpikir akhirnya Thio masuk ke kamarnya yang berbeda dengan kamar Caca yang berada di sebrangnya. Thio membawa selimut untuk dipakaikan tehadap wanita tersebut. dengan pelan Thio menyelimuti tubuh Aliesha yang tampaknya kelelahan karena terlalu banyak bekerja.


Beberapa jam kemudian, Aliesha terbangun pada pukul sebelas malam, dan langsung terkaget karena keberadaannya masih ada di rumah atasannya. Aliesha langsung melepaskan genggaman tangan Caca dan merapihkan pakaiannya serta merapikan selimut yang ia pakai dan langsung melangkahkan kaki ke arah ruang tamu.

“Bi, katanya mau bangunin saya?” ungkap Aliesha pelan sambil terus mencari keberadaan bibi. Rumah tersebut sudah sepi, dan Aliesha berpikir kalau Thio belum pulang atau kalaupun sudah pulang, pasti sudah tidur.

“Mau ke mana sha,” ungkap Thio dari ruang tamu yang duduk di pojok sambil memegang ponsel.

“ALLAHU AKBAR, BAPAKKKK, SAYA KAGETTTT,” ungkap Aliesha benar-benar terkaget karena tiba-tiba ada suara dan lebih kagetnya itu adalah Thio.

Thio hanya tersenyum di sana.

“Sudah malam, Sha. Tidur lagi saja dengan Caca. Saya gak akan gabung kok, saya tidur di kamar berbeda dengan Caca.”

“Maaf, pak. Tadi—“

“Tadi bibi sudah cerita ke saya.”

“Saya pamit ya, pak?”

“Maksa nih, mau pulang?”

“Iya, Pak. Soalnya gojek masih ada kok jam segini.”

“Jangan gojek, biar saya antar, pakai motor gak apa-apa ya? Biar cepet soalnya Caca sendirian di rumah.”

“Demi, pak. Gak usah.”

“Bawa jaket gak?”

Aliesha hanya menggelengkan kepalanya.

“Sebentar saya bawa jaketnya dulu.”

“Pak ... gak usah ....”

“Gak apa-apa.”

Mereka berangkat memakai motor matix yang biasa bibi pakai untu keperluan belanja ke pasar.

-Nay.