Asing

Hari Senin merupakan awal untuk segala kegiatan yang akan dilakukan dalam seminggu ke depan. Bagi anak-anak kelas Farmasi A di Universitas Neo ini, hari senin merupakan hari penyiksaan baik lahir maupun batin secara terselubung.

Bagaimana tidak, kelas ini harus mengikuti kelas secara paralel, lima mata kuliah berturut-turut. Tiga mata kuliah sebelum dzuhur dan dua mata kuliah sesudah istirahat dzuhur, belum lagi semua mata kuliah ada tugas atau ada kuis dadakan.

Tidak semua beranggapan bahwa hari senin merupakan hari yang buruk, banyak juga yang menyalurkan energi positif dalam mengikuti kuliah dengan dalih harus semangat melewati hari ini, karena nikmat setelah hari senin adalah yang di tunggu-tunggu.

Jika kelas lain harus mengikuti kuliah dengan jadwal rata, sehari dua sampai tiga mata kuliah, sisa yang lainnya mereka lakukan di hari Jumat dan Sabtu, sedangkan kelas A bisa menikmati indahnya kuliah dengan satu mata kuliah di hari Jumat dengan bobot satu SKS dan libur di hari Sabtu.


Akhirnya tiba di mata kuliah terakhir yang di tutup dengan mata kuliah Fisika dasar 1 yang sebentar lagi selesai. Lima belas menit sebelum berakhir, Aira terkejut karena lagi-lagi keluar darah dari hidungnya, dengan cepat ia mencari tisu untuk membersihkan darah tersebut, namun tidak seperti biasanya, ternyata darah yang keluar cukup banyak, sehingga Aira memutuskan untuk pergi ke toilet.

Ternyata, di balik kejadiaan itu, ada seseorang yang memerhatikan gerak-gerik Aira dengan tatapan cemas siapa lagi kalau bukan Alden. Lima belas menit berlalu, kuliah telah selesai, akan tetapi Aira belum juga kembali dari toilet. Karena khawatir, akhirnya Alden berinisiatif untuk menyusul Aira sambil menenteng tasnya.

Alden menunggu di luar toilet wanita sekitar lima menit, tidak lama kemudian akhirnya Aira muncul.

“Lama banget Ra,” ucap Alden yang membuat Aira kaget.

“Heh?! Ngagetin banget tau gak,” “Kamu bawain tas aku? Ya ampun, makasih banyak Den,” ungkap Aira terharu.

Alden menatap Aira dengan intens , tiba-tiba Alden menaruh tangannya di dahi Aira. “Lo demam? Mana pucet gini?” “Masih belum ke dokter juga?”

“Kuliah woy! Bukan pacaran.” Tiba-tiba seseorang meledek Alden.

Aira dan Alden menoleh ke sumber suara secara bersamaan. “Ezr ...” ucapan Alden terhenti, karena bukan hanya ada Ezra saja di sana, melainkan ada Araf, Shaka, dan Daffa yang kebetulan Fakultasnya melewati Fakultas Farmasi.

“Udah selesai kuliah Den?” tanya Ezra, namun tak kunjung di jawab oleh Alden. Suasana berubah tegang ketika di lihatnya, Alden menatap Araf dengan tatapan kebencian dengan waktu yang cukup lama. Aira yang bingung dengan keadaan ini, akhirnya menyadarkan Alden.

“Den, ayo pulang,” pinta Aira pelan.

“Iya, Ra. Sekarang kita pulang, gue yang anter lo pulang,” balas Alden dengan menggenggam tangan Aira, menarik dan membawanya pergi.


“Ini perasaan gue doang apa gimana? Barusan tatapan Alden kayak mau makan lo Raf,” “Lo kenal?” tanya Ezra penasaran.

“Lo salah liat kali,” balas Araf singkat.

Aneh ....