Alasan Sebenarnya

Rey sempat mengirim pesan terhadap Alya dan memang pesannya terkirim dan sempat dibaca, namun Alya tidak kunjung membalasnya sampai akhirnya Alya mematikan ponselnya dan memilih belanja tas dengan tenang. Rey menyusul Alya ke salah satu mal yang ada di Bandung yang memang menyediakan berbagai tas branded yang sangat disukai para wanita yang tahu akan gaya hidup dan fashion.

Rey telah menemukan seseorang yang ia cari sedari tadi, kini dilihatnya Alya tampak sedang memilih tas tersebut dengan tatapan kosong akan tetapi tangan sibuk membawa banyak tas yang ia pilih.

Rey menghampiri Alya dengan tatapan nanar terhadapnya.

“Alya?” panggil Rey pelan.

Alya terkaget dan langsung menengok dan melemparkan senyuman terhadap Rey, “Eh, Rey? Mau nemenin gue belanja tas, ya? Bagus deh lo ke sini, gue bingung pilih yang mana.”

Rey hanya diam tidak menjawab sambil terus membuntuti Alya.

“Lo suka liat cewek pakai tas gimana, Rey?” Alya terus mengambil satu persatu tasnya, padahal ditangannya sudah ada enam tas yang ia pegang.

“Alya ...” panggil Rey lagi.

“Iya, Rey. Berhenti natap gue kayak gitu, mending pilihin tas buat gue, gue bingung banget ini, bagus semua tapi masa iya gue borong?”

Tidak lama kemudian John datang dan langsung menghampiri putrinya tersebut dengan wajah yang penuh amarah. John sempat saling bertatapan dengan Alya, namun Alya berpura-pura tidak melihatnya dan langsung menghampiri kasir dengan sepuluh tas ditangannya.

“Kak,” teriak John, namun ditahan oleh Rey dikarenakan posisi saat ini sedang banyak pengunjung dan Rey tidak ingin John menjadi pusat perhatian karena memarahi putrinya.

John hanya bisa terduduk di kursi yang tersedia di sana, sambil terus memerhatikan anaknya.

Terlihat seperti ada masalah ketika pembayaran berlangsung, John langsung menghampiri kasir tersebut dan membayar menggunakan kartu lain miliknya.

Alya yang kini sudah menenteng tas belanja tanpa menatap Rey ataupun John, dirinya kini berjalan ke arah luar untuk pulang.

Kini mereka bertiga sudah ada di basement, alih-alih pergi dengan John, Alya memilih masuk ke dalam mobil Rey.

John hanya bisa pasrah melihat anaknya yang terus mengabaikan dirinya. Akhirnya John pulang mendahului anaknya setelah meminta permintaan terhadap Rey kalau anaknya harus segera ia antar ke rumahnya.

Selama perjalanan, Rey dan Alya hanya terdiam tanpa ada obrolan sedikit pun. Rey bisa mengerti dengan kedaan tersebut, ada kekecewaan yang Alya pendam namun Alya memilih bungkam.

Setibanya di rumah John, Alya tidak langsung keluar dari mobil, dirinya terus menghela napas kasar dan kini memberanikan diri untuk keluar dari mobil setelah mengucapkan terima kasih terhadap Rey karena sudah membolehkan dirinya untuk menumpang pulang.

“Tas nya gak di bawa, Al?” tanya Rey heran.

“Gak usah, Rey, nanti lagi aja,” balas Alya sambil tersenyum tipis terhadap Rey.

“Tasnya gue turunin dulu aja, ya? solanya gue harus pulang sekarang,” ungkap Rey sambil membuka bagasi mobilnya.

“Rey, gue takut ...” lirih Alya dengan suara pelan.

Rey yang baru saja akan membuka bagasinya, kini ia urungkan dan menghampirii Alya.

“Takut kenapa?” tanya Rey khawatir.

Sebenarnya Rey tahu apa yang ditakutkan Alya, hanya saja ia ingin memastikan bahwa apa yang dipikirannya saat ini adalah Alya takut atas kemarahan papahnya sendiri. Alya berani berontak akan tetapi sebenarnya keberaniannya tidak sebesar itu.

“Gue antar lo sampai depan pintu kamar, abis itu gue pulang, ya?” pinta Rey sambil terus menatap Alya yang saat ini ketakutannya bertambah besar.

Dilihatnya oleh Rey yaitu mobil John yang sudah terparkir, tandanya John sudah ada di dalam rumah, dan memang benar, John kini berada di ruang tamu untuk menunggu anaknya pulang.

Alya dan Rey membuka pintunya pelan, dan dilihatnya John sedang duduk di kursi ruang tamu dengan badan yang condong ke depan serta siku menempel pada paha dan jari tangan yang menopang kepalnya untuk ia pijat kecil pada pelipisnya.

“Duduk, kak,” perintah John dingin. kini Rey dan Alya duduk di sofa secara berdekatan, “Rey boleh pulang, terima kasih sudah cari kakak, dan mengantarnya ke sini,” pinta John.

Baru saja Rey akan berdiri untuk meninggalkan dua orang tersebut, namun tangannya ditahan oleh Alya, Alya butuh kehadiran Rey agar papahnya tidak terlalu murka.

Rey menatap Alya dan meminta agar dirinya pergi dengan tujuan dirinya tidak ikut campur akan masalah ini. Akan tetapi pegangan Alya begitu kuat, dan dilihatnya mata Alya mulai berkaca-kaca dan tangan semakin basah karena keringat dingin.

“Dewasa, kak ...” “Papah kurang apa selama ini, apa yang papah kurang perhatikan untuk kamu, semua bekal materi sudah papah cukupkan, kasih sayang juga rasanya papah sudah papah berikan, menyempatkan kakak bagaimana pun caranya, apa lagi yang membuat kaka jadi tidak bersyukur dan sering bersikap berlebihan seperti ini?”

“....”

“Jawab, kak! Janga malah nangis!” teriakan John dengan intonasi semakin meninggi.

Rey dapat merasakan bahwasannya pegangannya saat ini jauh lebih kuat dibandingkan sebelumnya, sedangkan Rey hanya bisa mengusap tangan Alya dengan ibu jari miliknya agar sedikit lebih tenang.

“Al, papah nanya, coba dijawab dulu,” bisik Rey pelan.

“Alya memang suka gak sopan seperti ini Rey, susah dibilangin,” “Pantas memang kalau anaknya seperti tidak di didik dengan baik, percuma, masuk kuping kanan, keluar kuping kiri, Rey,” ungkap John semakin kesal.

“...”

“Mana tasnya kak?! Mana tas yang tadi kakak beli? Kenapa gak kamu bawa?” “Karena tidak terlau penting, kan?!” “Tas itu cukup punya tiga sampai empat saja, kak, kenapa harus beli sebanyak itu dengan harga yang lumayan mahal?” “Uang yang kakak gunakan tadi, bisa cukup untuk keperluan dua bulan kedepan, lho,kak,” “Banyak kebutuhan lain yang harus papah prioritaskan.”

“Prioritas papah tuh apa? Siapa?” “Kakak, atau perempuan itu!” Alya berteriak dengan mata yang memerah dan menatap geram papahnya.

“....”

“Papah gak bisa jawab, kan?” “Perempuan yang selama ini diem-diem papah tranfer uang ke dia, terus rutin ketemu pas weekend malam?” “Papah diem-diem nikah lagi, kan?” “Papah mau tinggalin mamah?” “Papah mau tinggalin kita?!” “Kakak sakit hati kalau ngeliat papah berkelakuan seperti itu, papah bawa perempuan itu padahal bisa papah liat sendiri foto pernikahan papah sama mamah masih tertera jelas di ruangan ini dengan ukuran cukup besar, apa dengan ukuran foto sebesar ini pun membuat papah buta?”

“Kak! Bahasanya!”

“Apa?!”

Baru saja John akan melayangkan satu tamparan untuk Alya namun tiba-tiba Wenny datang menyadarka John.

“John, jangan pakai kekerasan, kita selesaikan baik-baik.”

“Buna?” Rey terkaget karena kehadiran Wenny yang iba-tiba.

Wenny menghampiri Alya dan menenangkan dirinya karena emosi yang mulai tidak stabil.

“Kakak mau pergi cari mamah sekarang!” “Kakak mau putus kuliah,” “Kakak gak mau lagi tinggal sama papah!” “Kakak benci sama papah!”

“Nak, jangan gini, ya? Nanti buna jelasin sesuatu ke Alya, ya? Kenapa papah bersikap seperti itu,” ungkap Wenny dengan suara menenangkan.

“Jelasin apa lagi sih?! Jelasin sekarang! gak usah dinanti-nanti!”

“ALYA CELINA NORA!” “Berani-beraninya kamu berteriak kasar sama Buna Wenny?!” Wenny terus menahan John yang terus mendekati Alya untuk melayangkan tamparannya.

“Yaudah jelasin sekarang! ngapain harus orang lain yang jelasin, kakak butuh penjelasan papah, sekarang!!!!” Alya berteriak dan tangisannya semakin kencang. “Kakak muak!!!”

“Sayang, tenang, ya?” “Nanti kamu capek kalau nangis terus seperti ini ...” Wenny terus menenangkan Alya.

“PAH!”

“Baik, kak,” “Kalau ini kemauan kakak,” “Kita berangkat besok pagi,” “Besok pagi kita berangkat ke rumah sakit jiwa,” “Kita tengok mamah ...”

“Pah ...”

“Maafkan papah, nak,” John langsung pergi tanpa menjelaskan panjang lebar apa yang terjadi dengan istrinya tersebut, saat ini John hanya bisa memilih pergi ke kamar karena tidak sanggup lagi menahan tangisannya, memilih untuk menangis sendirian dikamarnya.

Sedangkan Alya hanya menganga tidak mengerti dengan apa yang baru saja ia dengar, masih tidak tahu atas apa yang dkatakan papahnya, kenapa mamahnya tiba-tiba masuk rumah sakit jiwa? apa yang terjadi padahal sudah dua tahun berlalu, mengapa papahnya baru memberitahukannya sekarang?