Alasan sebenarnya
Aliesha telah sampai di kediaman Thio. Aliesha membuka pintu rumahnya dengan hati-hati, masuk ke dalam pelan-pelan, ternyata bibi sudah pergi dari rumah tersebut. Suasana sangat hening seperti tidak ada penghuninya. Aliesha langsung pergi menuju kamar Thio, langkah Aliesha terus ragu untuk menghampirinya, tapi disatu sisi, dirinya sangat khawatir takutnya melakukan hal yang tidak diinginkan di dalam sana.
Aliesha memberanikan diri untuk mengetuk pintu, namun tetap tidak ada jawaban.
“Pak? Ini aku, Yaya ... boleh masuk sebentar gak?” tanya Aliesha hati-hati.
”....” tidak ada jawaban dari dalam.
“Bapak belum sempat makan lho kata bibi, biarin aku masuk bentar? Aku cuman mau nganterin makanan aja kok ...” “Kalau lagi gak mau diganggu, ini aku simpan makanannya di depan pintu kamar, ya?”
Masih belum ada jawaban dari dalam, Aliesha menyimpan makanan tersebut di dekat pintu. Dirinya hendak melangkah untuk meninggalkan tempat tersebut, namun tiba-tiba pintu terbuka.
“Masuk, Ya ...” Ajak Thio dengan suara rendahnya tanpa memperlihatkan dirinya, karena dia kembali lagi ke dalam kamar.
Aliesha memang ingin sekali masuk ke dalam kamar tersebut, dirinya ingin mengawasi Thio agar tidak melakukan hal-hal yang berbahaya.
Ketika Aliesha masuk ke dalam kamar, Thio langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Ketika dirinya masuk, kamarnya sangat gelap, barang-barang berserakan, dan bau rokok yang sangat menyengat. Dengan cepat Aliesha menyimpan makanan tersebut di atas meja kecil di sana, dan langsung membuka tirai dan menyalakan lampu kamar. Pintu menuju lobi terbuka, dilihatnya sisa rokok dan botol minuman berserakan.
Aliesha memungut sampah-sampah dan membersihkan kamar tersebut agar kembali terlihat rapi, bersih, dan wangi seperti yang Aliesha lihat waktu sebelum-sebelumnya. Aktivitas Aliesha terhenti ketika melihat foto anak kecil difoto sendirian, namun sepertinya pernah ia lihat sebelumnya, tapi tidak ingat persis tempatnya.
Thio telah selesai membersihkan dirinya, langsung menghampiri Aliesha. “Anak kecil itu adalah saya, dan saya adalah anak kecil yang bersamaan dalam foto yang Rafa punya,” “Entah apa yang terjadi, tapi saya harus mempercayai itu sekarang, percaya kalau Rafa adalah saudara saya ...”
Saat ini Aliesha bingung harus bereaksi seperti apa, informasi tersebut sangat mengejutkan untuk dirinya.
Thio hanya tersenyum ke arah Aliesha.
“Mau bagaimana lagi, memang nyatanya seperti ini, sekarang bukan saatnya untuk memperdebatkan masalah ini, tapi waktunya menerima keadaan sebenarnya.”
“Pak ....”
“Ya, saya tidak bisa menyalahkan papa untuk hal ini, bahkan pernikahan saya sebelumnya juga sangat kacau, bukan? Itu juga bisa terjadi pada papa saya.”
Aliesha menatap nanar terhadap Thio.
“Terima kasih sudah mau datang ke sini, kalau saja kamu tidak datang, mungkin saya tidak akan pernah sadar, bahkan tidak peduli dengan anak sendiri.”
“Maaf karena aku juga baru datang, aku kira baik-baik saja, soalnya baru saja kemarin kita video call, tapi aku gak sadar kalau bapak lagi ada masalah.”
“Itu karena saya masih bisa menahannya, maaf tidak mengabari kamu selebihnya.”
“Kalau dengan cara begitu bisa bikin bapak merasa lebih baik, aku bisa apa,” ungkap Aliesha sambil menyerahkan beberapa makanan untuk Thio.
“Saya gak nafsu untuk makan, Ya,” ungkap Thio menolak halus.
Aliesha mengacuhkan keinginan Thio.
“Satu sendok aja gapapa,” pinta Aliesha sambil menyodorkan satu sendok nasi beserta lauknya untuk Thio makan.
Thio hanya terdiam, ingin menolak, namun melihat wajah Aliesha yang sepertinya kelelahan karena sepulang bekerja, Thio tidak tega untuk menolaknya.
“Ayo?” Aliesha menyadarkan Thio yang terus menatapnya.
Akhirnya satu suapan berhasil masuk ke dalam mulut Thio.
“Gimana? Enak gak?”
Thio mengangguk, kemudian mengambil piring tersebut.
“Biar saya saja, pasti kamu cape habis pulang kerja.”
“Gapapa, kerjaan aku gak begitu banyak kok.”
“Kamu istirahat saja, pasti capek habis membersihkan kamar ini.”
“Maksa banget? Yaudah janji di makan tapi? Aku mau jemput Caca soalnya.”
“Biar saya saja.”
“Aku aja gapapa,” ungkap Aliesha sambil mendekatkan air minum pada Thio agar mudah di jangkau.
Setelah Aliesha pergi untuk menjemput Caca, kini Thio sendirian di kamarnya, dia memakan makanan tersebut tidak sampai empat sendok, langsung ia simpan di atas meja kecil yang ada di kamar lalu dilanjutkan dengan minum air putih yang Aliesha siapkan.
Baru saja akan merebahkan dirinya tiba tiba ada satu pesan dari Aliesha yang berisi “Pak, aku ajak Caca makan dulu, ya? Soalnya hari ini aku gak masak di rumah, sekalian ajak Caca jalan-jalan, boleh? Aku tau, bapak lagi gak mau diganggu, kalau ada perlu apa-apa, chat aku aja, ya?” Di balas oleh Thio dengan “Iya, hati2, ya?”
Thio melemparkan ponselnya, lalu merebahkan dirinya di kasur, teringat kembali dengan kejadian itu, Thio kembali memegang pelipisnya.
Thio menyaksikan pertengkaran hebat waktu itu, dirinya hendak membawakan dokumen penting untuk ditanyakan pada papanya, namun pagi-pagi sekali, Thio disuguhkan dengan dua orang yang sedang beradu mulut seolah-olah tidak ada yang mau mengalah.
“IYA! Mama yang menyembunyikan surat ini!”
“Kenapa lancang ma!! Itu surat untuk papa, di sana ada seseorang yang harus papa pertanggung jawabkan!!”
“Silakan pergi dari rumah ini! Serahkan perusahaan seutuhnya pada Thio! Mama tidak ingin melihat papa lagi di rumah ini!”
“Mama kenapa seperti ini?! Dia anak papa sama halnya dengan Thio, dia darah daging papa!”
“Mama sudah muak jika harus terus berhubungan dengan wanita itu, urus saja anak kamu itu, dan jangan pernah berpikir untuk pulang ke rumah ini lagi!”
“Papa tahu sekarang, mama memang hanya memanfaatkan papa, setelah Thio dewasa, mama selalu memaksa agar papa mengajarkan Thio mengurus perusahaan ini?”
“Kalau iya kenapa? Cinta mama sudah mati dari waktu yang lama, mama hanya tidak mau kalah dari wanita itu, membuktikan kalau mama bisa mendapatkan papa seutuhnya, namun sekarang sudah cukup, Thio sudah dewasa, tidak ada lagi yang mama inginkan dari papa!”
“Memang seharusnya papa bekerja menyetir saja ....” lirih Harlan pergi meninggalkan Vinda sambil membawa surat dalam amplop biru tersebut dengan hasil tes DNA yang menunjukan kecocokan dirinya dengan Rafa.
Thio mendengar pertengkaran tersebut dari luar rumah, namun masih bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka perdebatkan.
Selama ini Thio selalu menyalahkan papanya atas tuntutan mengurus perusahaannya dengan sempurna. Karena tujuan papanya untuk menjadikan Thio menjadi pemimpin yang hebat atas bimbingan Harlan yang tidak kalah hebat dalam mengelola perusahaan. Bahkan perusahaan yang dulu sempat diambang jatuh, kini menjadi perusahaan yang sangat besar, itu semua atas usaha dan kecerdasan Harlan.
Dan kini Thio tahu alasan papanya yang selalu memilih menjadi pengemudi ojek online dibandingkan diam di perusahaan. Tugasnya sudah selesai, semua pelajaran dan pengalaman yang Harlan berikan, kini sudah cukup sebagai bekal untuk Thio dalam mengurus perusahaan kedepannya agar lebih maju dan lebih besar lagi.