Aku tidak sekuat Mbak Kinan yang mampu berbicara tegas pada laki-laki brengsek seperti Mas Aris dalam series terkenal berjudul Layangan Putus. Membela diri dan meluapkan semua keresahan dengan tepat. Sedangkan aku hanya bisa menangis menelan duri ini sendirian.
Bahkan setelah menatap matanya yang basah rupanya Mahen ikut menangis, hatiku hancur mulutku bungkam, tak mampu untuk sekedar berkata-kata.
Di sini, di dalam mobil Mahen ini, aku hanya bisa mengucapkan berkali-kali dengan lirih, “Hanan … Ibu … maafkan aku … .”
Mahen sempat ingin menenangkanku dengan merengkuh tubuhku yang bergetar hebat, namun aku tepis kasar.
“Maafkan saya, Aya … “
“Memang pada akhirnya Hanan emang harus tau semuanya … ” “Makasih karena sudah bantu aku kasih tau dia … tugasku sekarang tinggal menjelaskan semuanya …” “Aku gak mau Hanan jauh lebih sakit lagi gara-gara aku …” “Aku pulang sekarang … aku bisa pulang sendiri.”
Mahen menyalakan Auto door lock, otomatis aku enggak bisa keluar. “MAU LO APA SIH?!” Suaraku masih bergetar sedikit menjerit.
“Ikut saya temui Mommy sama Daddy, ya?”
“Apa lagi? Kamu mau liat aku diseret lagi sama mereka?!”
“Niat mereka kali ini baik Aya …”
“Gak bisa,” “Aku mau pulang.”
“Saya harus bawa kamu sekarang juga, Aya.” “Tolong kasih saya kesempatan,” “Saya benar-benar tulus sama kamu.”
“Turunin aku sekarang!!”
“Ikut, ya? Saya mohon … saya gak akan bisa bahagia kalau itu bukan kamu.”
“Omongan kamu tuh, ya. Terlihat tulus tapi semuanya sulit untuk dipercaya lagi!” “TURUNIN AKU, KAK!”
“Kalau saya gak berhasil bawa kamu ke Mommy sama Daddy, saya harus berakhir dijodohkan dengan sahabat kamu, Rara …”
Deg